Percepatan Program Battery Electric Vehicle

1600229354-web2.jpg

Momentum Pengembangan Industri Kendaraan Bermotor Listrik Di Tengah Tren Industri Otomotif Global

Pada tataran global, sektor tranportasi menyumbang rata-rata sebesar 28% dari total konsumsi energi setiap tahun selama periode 2010 – 2015 dan mengkonsumsi sekitar 60% produk minyak global[1]. Hal ini juga terjadi di Indonesia, dimana total konsumsi energi final (tanpa biomasa tradisional) tahun 2018 sekitar 114 MTOE (Million Tonnes of Oil Equivalent), dimana sektor transportasi menjadi penyumbang konsumsi energi terbesar yaitu sebesar 40%[2] dan begitu juga tahun 2019 konsumsi energi tercatat sebesar 133 MTOE dimana sektor transportasi menjadi penyumbang konsumsi energi terbesar kedua sebesar 49 MTOE (36,84%) setelah sektor industri sebesar 50 MTOE (37,59%), dimana konsumsi terbesar di sektor transportasi berasal dari sepeda motor sebesar 19 MTOE disusul truk sebesar 11 MTOE, mobil penumpang sebesar 8,7 MTOE, angkutan udara  sebesar 4,1 MTOE dan bis sebesar 3,5 MTOE. Adapun konsumsi energi tahun 2019 masih didominasi oleh BBM sebesar 48,2 MTOE diikuti gas sebesar 33,5 MTOE dan listrik sebesar 20,7 MTOE[3].

Secara global, kebutuhan energi transportasi akan meningkat lebih cepat daripada sektor lainnya, dimana konsumsi energi di sektor transportasi diperkirakan akan terus tumbuh. Road vehicles bertanggungjawab atas konsumsi energi yang dominan dari penggunaan energi keseluruhan di sektor transportasi. Hal ini mendorong strategi peningkatan efesiensi penggunaan bahan bakar pada kendaraan guna penghematan energi, meminimalkan dampak iklim dan peningkatan kualitas udara dari emisi. 

KPMG’s Global Automotive Executive Survey 2017 menyatakan bahwa 50% eksekutif percaya bahwa kendaraan listrik atau fuel efficiencytinggi akan menjadi tren pertama diikuti connectivity and digitalization. Hal ini menandakan bahwa pengembangan teknologi hybrid atau electric vehicle pada kendaraan diharapkan dapat mengurangi emisi gas rumah kaca sekaligus juga memenuhi kebutuhan konsumen serta mengikuti tren masa depan[4].

Kenaikan popularitas kendaraan listrik ditenggarai peran pentingnya dalam memenuhi environment goals dari Sustainable Development Scenario guna mengurangi polusi udara dan mengatasi perubahan iklim. Saat ini industri kendaraan listrik (electric-vehicle/ EV) global terus berkembang ditandai pertumbuhan penjualan EV menigkat 63% pada tahun 2018 (y on y basis), dimana penjualan mencapai 2,1 juta unit pada tahun 2018[5]. Norwegia memimpin adopsi kendaraan listrik di sisi pasar, sedangkan China unggul di sisi industri berdasarkan McKinsey’s proprietary Electric Vehicle Index (EVI).

Menariknya dalam tataran kebijakan di Indonesia pengembangan kendaraan industri listrik juga berperan penting dalam penurunan target penggunaan energi fosil, penggunaan energi baru dan terbarukan (EBT) serta sekaligus mendukung komitmen pemerintah dalam menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (CO2) 29 persen di tahun 2030. Pada Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) mentargetkan penggunaan energi fosil akan berkurang dari 50% di tahun 2013 menjadi 25% di tahun 2025 dan menjadi 20% di tahun 2050. Sedangkan penggunaan EBT ditargetkan mengalami kenaikan dari 6% di tahun 2013 menjadi 23% di tahun 2025 dan menjadi 31% di tahun 2050. 

Ini adalah waktu yang tepat bagi industri kendaraan listrik untuk menghadapi tantangan dalam usaha mempercepat pertumbuhan dan memperbesar skala, dimana sinkronisasi rantai nilai kendaraan listrik menjadi salah satu kendala yang dihadapi, dimana strategi OEM untuk mengembangkan dan mempromosikan kendaraan listrik tidak selalu sinkron atau didukung dengan baik seluruh pemain di ekosistem rantai pasok.  Selain itu, terdapat 4 (empat) kendala utama yang dihadapi OEM pada pasar yaitu: regulatory environment, customers, EV infrastructure dan EV business case & profitability.

Kekhawatiran terbesar EV bagi customer adalah akses yang terbatas dan waktu yang dibutuhkan untuk pengisian daya. Untuk itu, pemenuhan infrastruktur perlu disinkronisasi dengan solusi terintegrasi guna memberikan kemudahan pengisian daya pribadi dan publik. Terobosan yang dapat dilakukan selain membangun public charging infrastructure yaitu dengan proaktif memperkenalkan new charging lifestyle, misalnya membuat hiburan bagi customer di lokasi pengisian daya agar waktu tunggu menjadi lebih menarik bagi customer dan menjadi kesempatan untuk menikmati lingkungan sekitar.

Pemerintah Indonesia berusaha memanfaatkan momentum tren industri otomotif global dengan membuka ruang pengembangan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (battery electric vehicle), dimana salah satu bukti keseriusan dengan terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai yang resmi diundangkan pada 12 Agustus 2019. Dimana pengertian Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBL) berbasis baterai adalah kendaraan yang digerakkan dengan motor listrik dan mendapatkan pasokan sumber daya tenaga listrik dari baterai secara langsung di kendaraan maupun dari luar[6]. Adapun Spesifikasi KBL berbasis baterai harus memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan serta dapat ditunjukkan sekurang kurangnya dengan: Rate power (kW); Kapasitas baterai (kWh) dan Charging Mode (Direct atau Swap). 

Selain itu, pemerintah melalui Kementerian Perindustrian merumuskan Roadmap Making Indonesia 4.0 yang diluncurkan oleh Bapak Presiden R.I. pada tanggal 4 Juli 2018 yang didasari bahwa transformasi Industry 4.0 akan membawa ke model bisnis baru pada industri manufaktur yang memberikan dampak pada peningkatan daya saing dan nilai tambah yang lebih tinggi. Terdapat 5 (lima) sektor industri yang dikembangkan dalam fokus Making Indonesia 4.o, dimana salah satunya adalah industri otomotif dengan aspirasi “Menjadi Pemain Terkemuka Dalam Ekspor Internal Combustion Engine (ICE) dan Electrified Vehicle (EV)”[7].

 Kembali pada semangat Pemerintah untuk mendorong penguasaan teknologi industri dan rancang bangun kendaraan listrik serta menjadikan Indonesia sebagai basis produksi dan ekspor kendaraan bermotor sebagaimana bagian amanah Perpres Nomor 55 Tahun 2019, dimana percepatan program KLB berbasis baterai  untuk transportasi jalan diselenggarakan melalui: percepatan pengembangan industri dalam negeri; pemberian insentif; penyediaan infrastruktur pengisian listrik dan pengaturan; tarif tenaga listrik untuk KBLBB; pemenuhan terhadap ketentuan teknis KBLBB; dan perlindungan terhadap lingkungan hidup.

Perpres Nomor 55 Tahun 2019 juga mengamanatkan regulasi turunan di sektor industri, meliputi:

  • Penetapan Spesifikasi Khusus untuk KBL berbasis Battery sebagainana Pasal 2 ayat (3) yang bertujuan untuk menetapkan kriteria yang harus dimiliki sebagai KBL-BB
  • Peta Jalan Pengembangan Industri Kendaraan Bermotor Nasional sebagaimana Pasal 4 ayat (2) yang dipergunakan sebagai panduan dalam pengembangan industri KBL-BB beserta komponen utamanya
  • Tata Cara Penghitungan TKDN sebagaimana Pasal 7 ayat (2) yang dipergunakan sebagai batasan minimal penggunaan komponen dalam negeri yang harus dipenuhi guna mendapatkan insentif fiskal maupun non-fiskal
  • Ketentuan mengenai IKD dan CKD sebagaimana Pasal 11 ayat (3) yang bertujuan untuk mengatur pengembangan KBL-BB yang dapat dimulai dari skema Completely Knock Down serta dilanjutkan dengan Incompletely Knock Down

Kementerian Perindustrian melalui Direktorat Industri Maritim, Alat Transportasi dan Alat Pertahanan – Direktorat Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika saat ini sedang menyusun regulasi turunan Perpres Nomor 55 Tahun 2019 yang mangatur 2 (dua) hal pokok yaitu: Spesifikasi Khusus/ Teknis, Peta Jalan, Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) dan Ketentuan Completely Knock Down (CKD) dan Incompletely Knock Down (IKD). 

Dalam rangka percepatan program KBL berbasis baterai untuk transportasi jalan beberapa kegiatan dan aktivitas utama yang telah dilaksanakan sebagai bagian dari Rencana Kerja, meliputi percepatan pemberian Nomor Identitas Kendaraan (NIK) KBL berbasis baterai di Indonesia, dimana sampai dengan bulan Agustus 2020 tercatat 15 (lima belas) produsen sepeda motor listrik yang beroperasi dengan kapasitas produksi lebih dari 877 ribu unit/tahun yang menyerap tenaga kerja sekitar 1.000 orang.

Penguatan Industri KBL berbasis baterai perlu dukungan ekosistem dari hulu ke hilir. Untuk itu, investasi salah cara membentuk ekosistem guna penguatan struktur industri. Pada sektor hilir, Hyundai berinvestasi sebesar Rp 21,8 T dan akan turut memperkenalkan dan memproduksi kendaraan EV di Indonesia mulai tahun 2023. Sebagai bagian ekosistem EV, Hyundai juga sedang melakukan penjajakan dengan LG Chem terkait pembangunan industri baterai terintegrasi dari bahan baku hingga baterai cell-nya dengan rencana investasi sebesar 1,2 Billion USD. Tak berhenti disitu, PT International Chemical Industry (PT ABC) pada tahun 2020 telah memulai investasi Baterai Cell Rp 207,5 M, dengan kapasitas maksimal 25 juta pcs/ tahun atau setara 256 Mwh/ tahun. Selain itu, di bidang Baterai Recycle pun telah terdapat minat investasi dari PT. Indonesia Puqing Recycling Technology yang mengolah baterai bekas menjadi bahan baku baterai dengan Investasi senilai US$71 million. Hal ini tentunya sejalan dengan kebijakan Kementerian Perindustrian yang terus mendorong penguatan struktur industri dalam negeri melalui peningkatan investasi guna mendongkrak pertumbuhan ekonomi nasional serta diharapkan memacu daya saing sektor industri nasional agar menjadi bagian dari rantai pasok di pasar global.

Pengembangan KBL berbasis baterai juga tidak lepas dari inisiasi beberapa pilot project untuk menentukan model bisnis yang tepat bagi pengembangan KBL berbasis baterai di Indonesia diantaranya: kerjasama antara Kementerian Perindustrian dengan  New Energy and Industrial Technology Development Organization (NEDO) dalam melakukan demostration project sepeda motor listrik dengan system battery swap di Bandung dan Bali dengan menggunakan 300 sepeda motor listik, 1000 Battery Swap dan 40 Battery Exchanger (BEx). Selain itu, beberapa pilot project yang saat ini sedang dilakukan antara lain PT. Blue Bird dan PT Silver Bird yang menggunakan kendaraal listrik BYD dan Tesla; PT. Grab Indonesia yang menggunakan mobil Hyundai IONIC; serta PT. Transjakarta bersama Bakrie Autopart sedang melakukan uji coba bis listrik BYD.

Kebijakan insentif juga telah ditetapkan Pemerintah agar pengembangan industri KBL dapat tumbuh atraktif. Pemerintah memberikan insentif bagi pengguna KBL berbasis baterai antara lain: pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) sebesar 0%, pengenaan Bea Balik Nama (BBN) sebesar 0% di Provinsi DKI, Kredit Khusus Kendaraan Listrik dari Bank BRI dengan bunga 3,8% per tahun dan tenor s/d 6 tahun, gratis tambah daya listrik untuk pemilik mobil listrik dan diskon 75% untuk pemilik sepeda motor listrik, serta Uang Muka minimum sebesar 0% untuk KBL berbasis baterai yang baru akan berlaku efektif sejak 1 Oktober 2020. Sedangkan bagi industri KBL berbasis baterai dapat memanfaatkan insentif dalam rangka investasi yaitu Tax Holiday, Mini Tax Holiday, Tax Allowance, Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (BMDTP), dan super deduction tax dan investment allowance.

 

Disamping itu pengembangan KBL berbasis baterai juga harus didukung penguatan standar sebagai sebagai acuan bagi produk yang akan memasuki pasar melalui peningkatan mutu dan daya saing selain untu memberikan perlindungan kepada konsumen, pelaku usaha, tenaga kerja, dan masyarakat lainnya baik dalam rangka keselamatan, keamanan, kesehatan maupun pelestarian fungsi lingkungan hidup (K3L), serta mewujudkan persaingan usaha yang sehat. Standar Nasional Indonesia (SNI)  terkait dengan Kendaraan Bermotor Listrik yang telah dan sedang disusun meliputi:

·     SNI ISO TR 8713:2017 Tentang Kendaraan berpenggerak (propulsi) listrik -  Kosakata

·     SNI IEC 62660-1 :2017 tentang Sel ion Lithium sekunder untuk penggerak kendaraan listrik Bagian 1 : Pengujian Performa

·     SNI IEC 62660-2:2017 tentang Sel ion-lithium sekunder untuk penggerak kendaraan listrik – Bagian 2: Pengujian keandalan dan penyalahgunaan

·     SNI ISO/TR 13062:2018 tentang Sepeda motor dan mopeds elektrik - Terminologi dan klasifikasi

·     SNI ISO 13063:2018 tentang Sepeda motor dan mopeds elektrik- Spesifikasi keselamatan

·     SNI ISO 13064-1 :2018 tentang Kinerja - Mopeds dan Sepeda Motor Baterai-Listrik - Bagian 1 : Konsumsi dan jangkauan energi acuan

·     SNI ISO 13064-2 :2018 tentang Kinerja – Mopeds dan sepeda motor Baterai-listrik Bagian 2 : Karakteristik pengoperasian jalan

·     SNI ISO 12405-4:2018 tentang Kendaraan jalan raya berpenggerak listrik -spesifikasi uji pak dan sistem baterai traksi lithium ion - Bagian 4: Pengujian kinerja

·     SNI IEC 62660-3:2016 tentang Sel litium-ion sekunder untuk penggerak kendaraan listrik – bagian 3 : Persyaratan keselamatan

·     SNI 8871:2019 tentang Kendaraan bermotor berpenggerak listrik kategori M dan N – Sistem penyimpanan energi listrik mampu-isi-ulang / Rechargeable Electrical Energy Storage System (REESS) – Persyaratan keselamatan

·     SNI 8872:2019 tentang Kendaraan bermotor berpenggerak listrik kategori L – Sistem penyimpanan energi listrik mampu-isi-ulang / Rechargeable Electrical Energy Storage System (REESS) – Persyaratan keselamatan

·     SNI ISO 8715:2001 tentang Kendaraan berpenggerak listrik - Karakteristik pengoperasian jalan raya

·     SNI IEC 8714:2002 tentang Kendaraan jalan raya berpenggerak listrik - Konsumsi energi dan jarak tempuh acuan - Prosedur  pengujian untuk mobil penumpang dan kendaraan komersial ringan

Pengembangan KBL berbasis baterai juga harus di-support dengan pengembangan sumber daya manusia (SDM) khususnya di sektor manufaktur guna memiliki keahlian yang sesuai dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan. Untuk itu, program peningkatan keterampilan (up-skilling) atau pembaruan keterampilan (reskilling) para tenaga kerja berdasarkan kebutuhan dunia industri KBL berbasis baterai menjadi sangat penting beserta dengan standar kompetensinya. Kementerian Perindustrian saat ini sedang merumuskan Rancangan SKKNI Modificator danApplicator guna menyiapkan tenaga teknisi dan modifikasi konversi kendaraan ICE ke kendaraan listrik.

 

Dalam rangka keberlanjutan pengembangan industri KBL berbasis baterai, pada tahun 2021 yang akan datang, Direktorat Industri Maritim, Alat Transportasi dan Alat Pertahanan – Direktorat Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika merumuskan  beberapa rencana kegiatan dalam percepatan program KBL berbasis baterai untuk transportasi jalan mulai dari pengembangan pasar KBL berbasis baterai dalam negeri (sisi demand) dan pengembangan industri (sisi supply) sampai pengembangan teknologi.

Pengembangan sisi demand dilakukan dengan menciptakan pasar dalam negeri melalui: mandatori pemanfaatan KBL berbasis listrik di Kementerian/ Lembaga, BUMN dan transportasi public. Pada sisi lain, penciptaan pasar juga dapat didorong melalui pembentukan zonasi khusus KBL berbasis baterai, mendorong pemanfaatan KBL berbasis baterai di pulau 3T (tertinggal, terdepan dan terluar) serta sosialisasi secara massif kepada masyarakat. Selain itu, untuk menjawab kekhawatiran terbesar EV bagi pasar terkait akses yang terbatas untuk pengisian daya diperlukan usaha mempercepat ketersediaan charging station bekerjsama dengan Kementerian ESDM dan BUMN.

Pengembangan industri KBL berbasis baterai dilakukan melalui: mendorong produksi KBL berbasis baterai R4 atau lebih melalui skema CKD, IKD dan Part by Part; mendorong Produksi KBL berbasis baterai R2 melalui skema CKD dan Part by Part; serta mendorong produksi charging station sebagai bagian dari EV infrastructure melalui skema CKD dan Part by Part.

Sebagai upaya mendorong penguasaan teknologi industri dan rancang bangun kendaraan listrik berikut upaya yang akan dilakukan terkait dengan pengembangan teknologi meliputi:  

  • Menarik investasi battery cell dan pack melalui pemberian insentif bagi produsen battery lithium dan memulai produksi non lithium based  & lithium based battery 2nd generation
  • Pengembangan Battery Management System (BMS) 
  • Pembatasan ekspor bahan baku baterai dan mendorong investasi pembangunan pabrik pengolahan dan produksi bahan baku baterai (NMH, Ni murni, Co murni, Ni Sulfate, Cobalt Sulfate)

Deloitte Touche Tohmatsu Limited and US Council on Competitiveness berdasarkan survei terhadap Global CEO menyatakan beberapa faktor pendorong daya saing industri (Global Manufacturing Competitiveness Index) dilihat dari pendekatan market force dan government force, dimana salah satunya adalah cost competitiveness. Untuk itu, penguatan industri KBL berbasis listrik dalam negeri segera dilakukan guna mengurangi ketergantungan industri dalam negeri terhadap bahan baku impor.

Pengembangan EV infrastructure khususnya Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) juga menjadi concern Pemerintah guna percepatan program KBL berbasis baterai, dimana Kementerian ESDM sedang merampungkan Peraturan Menteri ESDM tentang Penyediaan Infrastruktur Pengisian Listrik untuk Kendaraan Bermotor Listrik. 

Berdasarkan data per bulan Mei 2020, total telah dibangun 57 Unit Charging Station di 35 Lokasi meliputi:

  • PLN membangun sebanyak 16 SPKLU Unit dan 10 Lokasi  di wilayah Jakarta, Bandung, Tangerang, Semarang, Surabaya, dan Bali.
  • Pertamina membangun 2 Unit SPKLU di SPBU Pertamina Kuningan 
  • BPPT membangun 3 Unit SPKLU di kantor BPPT Thamrin dan Serpong serta di kantor PT LEN di Bandung.
  • Angkasa Pura II membangun 1 unit SPKLU di Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta. 
  • Perusahaan Taksi Blue Bird membangun 15 unit Stasiun Pengisian Khusus di Pool Blue Bird. 
  • Mitsubishi memiliki 17 unit Stasiun Pengisian Khusus di 16 lokasi dealer resmi Mitsubishi. 
  • Mercedes dan BMW telah memiliki masing- masing 1 dan 2 unit Stasiun Pengisian Khusus di 3 lokasi dealer resmi. 

Infrastruktur pengisian KBL berbasis baterai secara model bisnis dibagi menjadi 2 (dua) yaitu tasiun Penukaran Baterai Kendaraan Listrik Umum  - Battery Swap (SPBKLU) dan asiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum - Charging (SPKLU). Selain itu, untuk inisiasi awal, penyediaan infrastruktur pengisian listrik untuk KBL berbasis Baterai dilaksanakan melalui penugasan kepada PT PLN (Persero) dan dalam melaksanakan penugasan PT PLN (Persero) dapat bekerja sama dengan BUMN dan / atau Badan Usaha lainnya. 

Berdasarkan Roadmap SPKLU bahwa pada tahun 2025 direncanakan investasi untuk pembangunan SPKLU kumulatif sebesar Rp. 4.227 Milyar dengan jumlah tenaga kerja sebesar 2.958 orang dan pada tahun 2030 akan meningkat investasi kumulatifnya sebesar Rp. 12.255 Milyar dan jumlah tenaga kerjanya sebesar 8.575 orang[8]. Pembagunan SPKLU akan dilakukan pada pusat perbelanjaan, mall, area perkantoran, bandara, SPBU, apartemen, dan pool taksi.  

Sedangkan berdasarkan Roadmap SPBKLU bahwa pada tahun 2025 direncanakan investasi untuk pembangunan SPBKLU kumulatif sebesar Rp. 885 Milyar dengan jumlah tenaga kerja sebesar 1.000 orang dan pada tahun 2030 akan meningkat investasi kumulatifnya sebesar Rp. 1.924 Milyar dan jumlah tenaga kerjanya sebesar 2.250 orang[9]. Pembagunan SPBKLU akan dilakukan pada pusat perbelanjaan, mall, area perkantoran, SPBU, apartemen, dan pasar swalayan.  

Melalui upaya-upaya tersebut diatas serta dukungan seluruh pemangku kepentingan khususnya industri dalam negeri, semoga cita – cita menjadikan Indonesia sebagai salah satu pusat industri kendaraan listrik dapat terwujud.

 

Mayar Soeryo Prayogo

Analis Anggaran Muda


[1] Accelerating SDG 7 Achievement Policy Briefs In Support Of The First SDG 7 Review At The Un High-Level Political Forum 2018

[2] Indonesia Energy Outlook 2019

[3] Laporan Sementara IEO - 2020

[4] KPMG’s Global Automotive Executive Survey 2017

[5] EV-Volumes.com; McKinsey analysis

[6] Ketentuan umum Perpres Nomor 55 Tahun 2020

[7] Dokumen Peluncuran Resmi Revolusi Industry 4.0 – Indonesia (2018)

[8] PT. PLN Persero

[9] BPPT

Tag :
Bagikan Berita Ini :

Berita Lainnya :